Rabu, 05 Desember 2007

Waktu Mendung Bersenandung


1

Barangkali sudah habis waktu, NAFSU dan bahasa. Biarkan jarak bicara, membentang tubuh di sekujur waktu. Aku sudah katakan kemarin, segala apa yang kita bincang, cuma pelepas KANGEN di terik siang. Aku tidak ingin kamu menyerahkan diri hanya pada satu titik lintasan.
Hari ini kubilang sekali lagi, terimalah matahari bersama GELAPnya, sebagaimana malam juga membawa TERANG, bagai fosfor di bundar coklat MATAMU. Jika begitu, bernafaslah. Rasakan udara yang mengering bersama tenggorokan yang kau basahi WHISKY semalam, padahal oksigen di cuaca peradaban macam begini bisa membuat mabuk, setan arak paling jempolan sekalipun.

2

Aku tak hendak bilang, sudahilah sudah petualangan yang menghisap darah sejarah itu. Tapi, injaklah tanah dan kaukan sadar air kencingmu berlumur nanah dan segera dengan seluruh ketakutanmu, kau berlari ke mantri obat untuk minta satu dua CAMACYTIME. Ingatlah, tak ada yang bisa disembuhkan dengan amarah. Karena cuma IBLIS yang berikrar dengan dendam. Dan sungguh sayang aku tidak sedang menduga kau tengah bersekutu dengan Nasib buruk. Hingga membiarkan kulitmu membusuk dihisap malam dan geram. Aku cuma mengingatkan disisimu sedang berdiri seorang manusia dengan sayap di pundaknya yang tak pernah berhenti menghapus air mata dengan ujung batu masa depannya. Aku kenal orang itu, sangat kenal, karena tak lain, ia dirimu sendiri.
 
gitamarhendra@2007 all right reserved