Senin, 26 November 2007

Mbok Yo Seng Eling Dek Biyen Sikil Midak Beling

Dalam Bahasa Indonesia kurang lebih berarti "ingatlah dahulu kakimu menginjak pecahan kaca", salah satu falsafah jawa yang menarik hati saya. Ya kadang kita lupa mensyukuri bahwa sekarang kita punya sepatu punya sandal yang melindungi kulit telapak kaki kita dari pecahan kaca, paku atau kotoran. Kita lupa betapa susahnya hidup tanpa memakai alas kaki. Kata-kata emas tersebut saya temukan saat menyimak sebuah teater berjudul OKB (Orang Kaya Baru) yang dibawakan dengan apik oleh anak-anak dari teater SMA De Britto Yogya, di Taman Budaya Surakarta pada malam hari, tanggal 1 Maret 2003, saya ingat betul karena hari itu bertepatan dengan hari jadian saya dengan kekasih pertama (yang sebentar lagi akan menikah, dengan orang lain tentunya).

Teater tersebut menyampaikan dengan bahasa yang mudah untuk sebuah falsafah yang adiluhung. Dikisahkan tentang seseorang hidup diera kolonial bernama Jordana yang mendadak jadi kaya. Lalu dengan segala cara dia mencoba mengejar martabat, gelar, tata-cara, gengsi dan pergaulan golongan elit. Bahkan namanya pun diubah mengikuti trend nama kaum bangsawan di saat itu. Tapi karena dia bukan berasal dari golongan itu, maka kemudian lahirlah situasi-situasi yang sangat komikal. Kelucuan yang sebetulnya sangat getir.

Untuk bisa masuk ke dalam tata cara pergaulan elit, Jordana mengikuti banyak kursus. Dia kursus privat dari guru musik, guru tari, guru silat bahkan guru filsafat. Bahkan penampilannya pun di atur agar selalu tampak gemerlap. Penjahit kaum elit Batavia pun didatangkan untuk membuat pakaian khusus model bangsawan.
Kegetiran muncul saat dia menolak pinangan Bagus Kleonte lantaran pemuda itu bukan dari keturunan bangsawan. Dia ingin Sriworo Lusili, putrinya semata wayang menikah dengan pemuda "berdarah biru", sebuah keputusan yang membuat banyak pihak bingung, terlebih bagi orang-orang yang tahu tentang sejarah Jordana yang dulunya hanya seorang pedagang kain.

Namun Bagus Kleonte tak hilang akal, ia mendapat bantuan dari teman-temannya. Bagus Kleonte didandani bak pangeran dari negeri seberang, lalu teman-temannya memerankan diri menjadi prajurit pengawal dan punggawa keraton. Mereka lalu datang kembali dan mengaku sebagai rombongan dari negeri atas angin (negeri yang tak pernah ada). Katanya mereka sengaja datang jauh-jauh hanya untuk melamar Sriworo Lusili sekaligus memberi gelar kehormatan bagi Jordana. Karena gelar bangsawan sangatlah dinanti-nanti oleh Jordana, tanpa meneliti lebih lanjut akhirnya dia menerima pinangan pangeran putra mahkota negeri atas angin yang sebenarnya adalah Bagus Kleonte yang tengah menyamar. Tragis hingga akhir kisah, Jordana tak pernah tahu bahwa semua hanyalah tipuan belaka.

Nah jangan kaget jika di era sekarang makin banyak saja "jordana-jordana" masa kini yang mengalami jet lag antara hidup sederhana dengan hidup mewah. Apalagi sekarang ini banyak peluang bisnis irasional yang mampu menghantarkan pelakunya menjadi OKB. Yang enak, ya hidup enak , tapi tidak berlebihan dan tetap siap jika sewaktu-waktu karena sesuatu hal harus hidup sederhana lagi.

Yang jelas falsafah di atas akan senantiasa saya jadikan pegangan hidup. Falsafah yang membuat hidup saya senantiasa bersyukur dengan apapun yang saya peroleh, serta senantiasa mengingat bagaimana dulu saya hidup serba pas-pasan (terutama saat masa kuliah), mengingat saat dimana harus patungan untuk membeli rokok, bahkan di saat-saat tertentu harus mencari "rokok setengah pakai" (untuk memperhalus kata puntung rokok) yang dibuang mahasiswa kelas eksekutif yang notabene sudah punya penghasilan sendiri, saat dimana makan nasi dua bungkus untuk tiga orang, saat dimana harus banting tulang untuk mencari sponsor hanya untuk sebuah pendakian kecil, saat dimana harus puas dengan air putih yang dimasak sendiri di sekretariat MAPALA kampus dengan memandang iri mahasiswa lain yang meneguk soft drinknya.

Selasa, 20 November 2007

Nasib Kami (buruh kontrak di akhir tahun)

Kami hanya bisa menunggu, apakah nama kami akan tetap ada di list surat pemanggilan penandatangan kontrak.
kami hanya mampu bermimpi, berapa besaran rupiah kenaikan upah atas keringat kami di tahun depan.
kami hanya akan membisu, membayangkan apakah pasal-pasal dalam kontrak masih akan sama dengan tahun kemarin.
kami hanya akan menggerutu dalam hati, melihat perbandingan mencolok antara kewajiban ini, itu, dilarang ini itu, harus begini, begitu, dibanding hak yang itu-itu saja
kami lelah di tempat yang seperti ini, tapi kami juga tak punya cukup nyali untuk pergi dari sini....
kami boneka atas konspirasi anda-anda.....hai orang-orang tua!!!

"......."






Sobat.....

Selurus-lurusnya jalan adisucipto, pasti ada sedikit belokan
Semulus-mulusnya jalan aspal adisucipto, pasti ada sedikit lobangnya
Hidup hanyalah lalu lintas ramai, dengan rambu yang tersamar


Thanks To ayat...for nice pics


Rabu, 07 November 2007

PUzzle

Liana menutup mata dengan telapak tangan kanannya ketika lidah Rahung, lelaki yang berusia sebelas belas tahun lebih muda darinya mencapai tempat dimana anak lelakinya lahir lima tahun lalu. Mata yang sejak tadi menatap langit-langit kamar yang kelabu, melihat bercak-bercak bekas air yang menggenang, rumah laba-laba yang ada di tiga sudut kamar, serta sebuah poster Bob Marley yang sudah sangat tua menempel di dinding yang penuh dengan bercak-bercak bekas air yang meresap lembab di musim hujan yang berdampingan dengan sebuah foto seorang ibu yang sedang memandikan anaknya di sebuah pemukiman padat penghuni berukuran 10 R yang dibingkai dengan baik, foto yang sangat disukai lelaki itu dari sekian banyak foto serupa yang dibuatnya.
Yang tergambar di foto itu adalah sesuatu yang tidak pernah didapatkannya.Rak buku yang terbuat dari kayu berkualitas rendah teronggok bersebelahan dengan jendela kamar yang tertutup rapat. Hanya ada enam buah buku yang mengisi bagian tengah rak itu. Semuanya adalah buku tentang fotografi dan tiga majalah World Press Photo yang semuanya dibeli oleh Liana.
Di bagian paling atas, tumpukan kertas HVS kosong tertutup debu. Di bagian bawah tepi lembaran kertas skripsi Rahung bergerak membuka dan menutup sesuai dengan datangnya angin yang berhembus dari kipas angin kecil yang diletakkan di sudut kamar yang tidak juga berhasil membuat kamar itu menjadi dingin dan peluh di punggung Rahung menyerpih.“Aku kan enggak pernah menuntut apa-apa dari kamu, kenapa kita harus selesai?”Dalam kegelapan pandangannya, Liana masih mendengar pertanyaan Rahung dua jam lalu, bersamaan dengan itu, Liana merasakan bibir lelaki itu turun ke betisnya.“Karena kita harus selesai,” jawab Liana.“Suamimu curiga?”Liana menggeleng.“Kamu nggak sayang lagi sama aku?”Liana menatap mata Rahung, abu-abu, kelabu, awan-awan yang menggumpal.
Saat itu dia teringat Alif, anaknya yang kalau merajuk dan sedang sedih dan mau menangis matanya serupa Rahung. Untuk pertama kali sejak pertemuan pertama mereka, Liana berinisiatif memeluk kepala Rahung, tetapi lelaki itu menolak dan tidak menangis. Dia pergi ke sudut kamar, duduk diatas kursi yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah dipotong kakinya, menatap Liana seperti menuntut jawaban.“Jangan tanyakan itu,” kata Liana.Bibir Rahung mencium jejari kaki Liana. Perempuan itu terkejut dan reflek menarik kakinya, tetapi Rahung menahan dan terus menciumi bagian itu, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya selama tahun-tahun kebersamaan mereka.Liana ingat bagaimana percintaan pertama mereka. Rahung sangat gugup. Usianya baru awal dua puluh dan dia mengakui itu adalah percintaan pertamanya. Dalam setiap sentuhan Rahung Liana bisa merasakan tangan yang gemetar, degup jantung yang kencang, peluh yang membanjir dan keragu-raguan. Kontras dengan suaminya yang fasih seribu satu gaya Kamasutra. Yang hapal dengan bagian tubuh Liana yang dikiranya dengan itu bisa membuatnya bahagia diakhir percintaan.Liana ingat bagaimana kondom beberapa kali lepas dari tangan Rahung ketika akan memakainya. Ketika sudah terpakai, penis lelaki itu sudah tidak bisa ereksi karena tidak nyaman dengan kondom. Tetapi dia berusaha dan gagal. Liana dengan sabar menunggu Rahung terbiasa dengan benda itu. Untuk pertamakali, Rahung hanya bertahan empat menit dan meledak di tubuh Liana yang sepanjang percintaan itu tidak pernah menutup matanya sekalipun. Dia melihat dengan jelas tubuh telanjang Rahung. Melihat kegugupan di wajahnya, peluh di pundak, mata yang redup dan rambutnya yang ikal. Liana menikmati pemandangan itu.
Dia menikmati percintaan yang sebentar itu. Ketika selesai, Rahung meletakkan kepalanya diatas payudara Liana. Keduanya baru bangun ketika alarm yang Liana setel di ponsel berbunyi, itu tanda untuk menjemput Alif di play group. Alarm itu terus menjadi bagian ketiga diantara mereka.Rahung pernah melempar ponsel Liana ke dinding dalam sebuah pertemuan mereka. “Kenapa hubungan kita hanya sebatas alarm ponsel,” erangnya waktu itu sementara Liana memunguti serpihan ponsel yang berserakan dalam diam.Tetapi tidak ada pilihan lain. Rahung akhirnya berusaha membiasakan diri dengan alarm itu.Liana masih menutup matanya ketika dia merasakan tubuh Rahung naik ke atasnya. Dia membuka mata ketika lelaki itu memasukinya. Ditatapnya wajah Rahung, hal yang hanya dilakukannya di percintaan pertama mereka. Melihat setiap detil ; mata yang redup, alis yang bersatu satu sama lain, bibir yang sedikit terbuka dan basah, rambut ikalnya yang jatuh di kening.Melihat wajah Rahung, Liana menjadi begitu sedih, matanya menjadi buram, lalu dia mendorong tubuh Rahung, berbalik dengan mengempitkan kedua kakinya rapat-rapat seperti janin dalam kandungan, menangis.“Untuk terakhir kali,” kata Liana lima belas menit sebelumnya sambil membuka satu persatu pakaiannya. Tetapi Rahung sama sekali tidak bergeming. Lelaki itu hanya duduk di kursi bambu. Disampingnya koran bekas dan tas Liana bertumpukan.Liana mendekati Rahung, sambil terus menatap matanya, Liana membuka kancing celana jeans lusuh yang sudah dipotong selutut yang dipakai Rahung. Lelaki itu masih tak bergeming meski penisnya sudah ada di dalam mulut Liana yang terus berusaha membuat Rahung ereksi, tetapi tidak berhasil. Liana terus mencoba.Empat menit kemudian, dengan kasar dia mendorong tubuh Liana ke kasur tipis yang nyaris rata dengan lantai. Membuka pakaian yang masih menempel di tubuhnya lalu mencumbu Liana yang terlihat pasrah meski tangan Rahung menyentuh bagian-bagian tubuhnya dengan kasar. Bibirnya meninggalkan dua cupangan di sekitar payudara, hal yang dilarang Liana untuk dilakukan. Memasukkan jari-jari di vaginanya, hal yang sangat dibenci Liana. Sampai kemudian lelaki itu kembali menjadi lembut, mencium lututnya yang menekuk, menjelajahi setiap inci tubuhnya dengan lidah yang hangat.Liana masih terbaring miring sambil menangis sementara Rahung memasukinya dari belakang. Dia merasakan hangat penis lelaki itu yang biasanya hanya dirasakan ketika bercinta dengan suaminya. Sejenak Liana terjaga, Rahung telah melepas kondom yang dipakainya. Liana mencoba berontak tetapi tubuhnya terguncang oleh hentakan tubuh Rahung yang memang sengaja dibuat kasar, lalu dengan paksa Rahung menelungkupkan tubuh Liana dan mengunci posisi itu dan melanjutkan hentakan demi hentakan, memasuki tubuh perempuan itu dengan kasar. Teringat kalau dia sudah tidak memakai alat kontrasepsi sebab seminggu sebelumnya suaminya mengatakan kalau Alif sudah saatnya punya adik dan meminta Liana tidak lagi meminum pil kontrasepsinya. Meski Liana tidak siap untuk hamil lagi, tetapi sejak tiga hari yang lalu, dia tidak lagi meminum pil-pil itu.Liana mencoba mendorong tubuh Rahung dari atas tubuhnya, tetapi sia-sia, lelaki tiu seperti memakukan tubuhnya di tubuh Liana sampai akhirnya Rahung meledak di dalam tubuh Liana yang berusaha untuk menekukkan tubuhnya supaya bisa bernafas. Cukup lama baru Rahung melepaskan tubuhnya dari tubuh Liana.Waktu memakai celana dalamnya, Liana merasakan sakit di selangkangannya. Tetapi dia tidak berani meraba bagian itu untuk memastikan apakah ada darah.
Rahung masih berbaring menatapnya berpakaian dan mengemasi barang-barangnya. Tanpa menoleh lagi, Liana meninggalkan kamar kost lelaki itu.Adzan magrib baru saja selesai ketika Liana menyusuri trotoar. Sengaja dia tidak memanggil taksi. Tidak ada yang menunggunya di rumah, jadi dia merasa tidak perlu terburu-buru. Anak dan suaminya sedang berakhir pekan di sebuah tempat wisata di pinggir kota, pergi camping dengan rombongan taman kanak-kanak tempat anaknya sekolah. Acara itu memang hanya untuk bapak dan anak.
Di sebuah perempatan jalan, Liana berhenti untuk melihat purnama yang sedang naik tepat di sebelah lampu yang menjadi ciri khas kota tempat tinggalnya. Entah sudah berapa lama dia tidak menikmati suasana jalanan seperti itu, juga melihat bulan dari balik atap rumah-rumah tua, melihat bulan yang terbelah oleh kabel listrik.Ketika sampai di rumah satu jam kemudian, kaki kanannya sudah lecet dan selangkangannya makin terasa perih. Segera dia masuk ke kamar mandi dan menyalakan air untuk memenuhi bathtub. Di dapur, dia memenuhi gelas dengan air putih dingin lalu menenggaknya sampai habis, dilanjutkan dengan dua gelas berikutnya. Setelah itu dia kembali ke kamar mandi dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam air yang masih berusaha memenuhi setiap ruang yang tersedia. Dirasakannya perih di luka-luka yang baru tercipta.Dengan piyama, Liana memasuki kamar bermain anaknya yang bersebelahan dengan kamar tidurnya.
Ruangan itu terlihat rapi. Liana duduk diatas kursi kecil milik Alif, menatap setiap suduh ruangan, rak yang berisi komik-komik, jejeran mainan yang mereka belikan dan hadiah-hadiah yang tidak pernah berhenti mengalir sebab Alif adalah cucu pertama keluarganya dan keluarga suaminya. Menatapi satu persatu foto alif sejak lahir sampai ulang tahunnya yang ke lima beberapa minggu lalu di dinding sebelah kanan.Liana meraih puzzle yang berada tidak jauh dari jangkauannya.
Genggaman tangan Liana begitu lemah membuat puzzle itu jatuh ke lantai dan berserakan. Tetapi Liana hanya melihat saja tanpa bermaksud mengambil dan merapikannya. Ditatapnya puzzle yang berserakan itu.Pada puzzle itu dia melihat wajah anaknya tertawa, duduk di pundak ayahnya. Pada puzzle itu dia melihat wajah Rahung yang tersenyum lebar ketika menerima majalah World Press Photo yang tidak akan pernah terbeli olehnya kalau tidak dihadiahi oleh Liana. Pada puzzle itu dia melihat mata anaknya yang berkaca-kaca ketika keinginannya tidak terkabul. Pada puzzle itu dia melihat mata Rahung untuk terakhir kalinya. Pada puzzle yang berserakan itu dia melihat dirinya sendiri, hancur berkeping-keping. Pandangannya menjadi buram oleh air yang menggenang. Bersamaan dengan itu, beberapa dari jutaan sperma Rahung yang tumpah di vagina Liana, telah mencapai indung telur.

Short Story By: Udinregar
dikutip bebas dari: http://archipelagongs.blogspot.com

Selasa, 06 November 2007

Belum Ada (Takkan Ada) Presiden Seberani Soekarno


Tak ada yang meragukan lagi keberanian presiden pertama kita itu, mungkin karena pengalaman hidup yang pahit sejak masa pra kemerdekaan dulu yang beberapa kali ditawan, dipenjara dan diasingkan, bahkan hingga menjelang ajal menjemput, Bapak yang satu ini pun harus rela diisolasi oleh penerusnya sendiri (walaupun dengan cara yang lebih halus). Kepemimpinan yang sangat teguh dalam memperjuangkan harga diri bangsa membuatnya disegani dua raksasa dunia. Amerika dan Uni Soviet. Harga diri bangsa, hmm tampaknya kini tinggal impian bagi rakyat yang hidup saat ini. Bagaimana tidak? Dimana harga diri bangsa, saat TKI kita disiksa oleh Negara tetangga, saat kapal-kapal Malaysia menyenggol tapal batas di Ambalat, saat burung-burung besi F-16 USAF merobek angkasa Indonesia tanpa merasa bersalah, saat pasir-pasir laut kita dicuri Singapura, saat INDOSAT, BCA dijual ke pihak luar. Belum lagi saat ini otak anak-anak muda hanya dipenuhi oleh BREADTALK, STARBUCKS, MC D, yang kesemuanya murni produk luar dengan dibantu tenaga kita yang dibayar sangat murah dalam operasionalnya.
Soekarno begitu dicintai rakyatnya, menurut cerita kakek saya, dulu sering dijumpai pemandangan orang-orang desa berjalan kaki atau naik gerobak sapi berkilo-kilometer hanya untuk melihat langsung dan mendengar pidato Bung karno. Dan ini berjalan sangat alami, tidak bisa disamakan dengan era Soeharto dimana semua alat Negara dari Bupati, Camat, Lurah, Koramil, Polisi, Guru dikerahkan untuk mencari masa demi menunjukkan kepada dunia, bahwa pemerintahan Soeharto begitu direstui oleh rakyatnya.
Pidato seorang Soekarno pun sering membuat forum PBB terhenyak, suaranya menggelegar-gelegar membangunkan para delegasi dari kebosanan mengikuti konferensi.
Sekarang kita hanya bangsa kecil, bangsa yang dianggap sarang teroris yang membuat yang mulia Presiden Amerika merasa pantatnya gatal untuk duduk berlama-lama saat kunjungannya ke Bogor beberapa waktu silam. Tampaknya sekelumit tulisan Bung Karno dalam Autobiografinya patut kita renungkan lagi

"Aku ingin Indonesia dikenal orang, aku ingin dunia tahu bagaimana rupa orang Indonesia dan melihat bahwa kami bukan ‘bangsa yang tolol’ seperti orang Belanda berulang-ulang menyebut kami, bukan lagi ‘inlader goblok yang hanya pantas diludahi’, bahwa kami bukanlah lagi penduduk kelas dua yang berjalan merunduk-runduk dengan memakai sarung dan ikat kepala, membungkuk-bungkukkan diri seperti yang diinginkan oleh majikan-majikan kolonial kami dulu"

Kamis, 01 November 2007

Siapa Yang Salah???


Siapa Yang Salah Ya?? Muridnya...Gurunya...Ortunya...Pembantunya...Pertanyaannya...Situasi Kehidupannya...Uang...Budaya...Televisi...?? atau apanya??

222

Sedikit memberi tips bagi anda-anda yang ingin mendengarkan suara anda sendiri dengan murah meriah. Jika anda kebetulan pemegang handphone berbasis CDMA (All Operator) silahkan tekan 222 dari pesawat anda lalu tekan call atau OK, jika HP anda termasuk jenis yang "umum" dan tidak bermasalah maka suara anda dari mik langsung dapat dikembalikan melalui speaker HP. Lebih praktis dibanding menggunakan fitur perekam di HP yang kadang memakan banyak memori atau melalui tape recorder yang membutuhkan kaset. Anda bisa bicara dan mendengarkan suara anda sendiri sepuasnya sampai baterai anda habis, LIVE dan gratis pula. Dengan mendengarkan suara kita sendiri kita bisa tahu bagaimana sih intonasi suara kita saat melafalkan suatu kata, atau saat sedih, emosi, terkejut dsb. Ini juga bisa membantu melatih kepercayaan diri, public speaking, menghadapi wawancara kerja dll.
Secara teknis cara tersebut sebenarnya sering dipakai oleh teknisi HP CDMA atau customer service operator telekomunikasi seperti saya untuk mengecek kualitas sebuah handphone, khususnya pada mic dan speaker. Selamat Mencoba....
 
gitamarhendra@2007 all right reserved