Rabu, 10 Oktober 2007

Customer Care 24-7


Ini cerita tentang efek dari sebuah pekerjaan, bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan telekomunikasi terkenal dengan jumlah pelanggan yang seabrek. Orang-orang di sekitar saya pasti sedikit banyak menggunakan jasa produk perusahaan tempat saya bekerja. Sedangkan saya sebagai customer service tentu sangat lucu kalau sampai tidak menguasai produk-produk atau tidak bisa memberikan solusi atas beberapa masalah yang dialami customer. Maka seperti sebuah kutub, saya selalu dikelilingi orang-orang dekat (atau yang jadi dekat) yang juga pelanggan produk-produk perusahaan saya. Walhasil nomor telepon saya 0271-70xxxxx yang kebetulan cukup mudah dihapal, layaknya sebuah nomor hot service sering menyalak tak peduli waktu, bahkan kadang di tengah malam ada saja sms mampir yang menanyakan bagaimana caranya mengaktivasi fitur ini, kenapa nomor saya tidak bisa dipakai, nomor saya hilang tolong diblokir, berapa tarif bicara dari nomor ini ke nomor itu pada jam sekian, berapa besar tagihan saya bulan ini, bagaimana cara koneksi internet dengan media ini, kenapa tagihan saya tiba-tiba banyak? Yah bagaimana lagi mereka semua adalah orang-orang yang saya kenal, mau gak mau harus diberi pelayanan ekstra layaknya pelanggan blue chip, kecuali untuk beberapa masalah atau pertanyaan yang secara etis memang tidak bisa sembarangan dijawab, seperti menanyakan nomor sekian-sekian teregistrasi atas nama siapa dan sebagainya.

Kadang jengah juga sih, karena mendadak saya bagai selebritis yang dikejar-kejar fans, mereka datang dari semua lini mulai dari teman saya sendiri, famili (yang kadang hubungan darahnya terlalu panjang diceritakan), teman bapak saya dari komunitas wartawan (tahu sendiri wartawan secara naluri selalu ingin diperlakukan khusus), teman-teman ibu (kalangan birokrat dari sopir hingga pejabat eselon), teman-teman adik saya (ABG yang kadang malah jatuh cinta pada suara saya), temannya pacar saya, saudara-nya teman saya, tetangga dan mantan tetangga, bahkan dari sesama rekan kerja tapi di unit lain. Kadang untuk urusan-urusan yang agak urgent mereka gak segan-segan datang ke rumah. Setelah urusan kelar ada juga yang memberi salam tempel (amplop), tapi demi ikut membangun citra positif perusahaan (good corporate governance) saya harus berjuang mati-matian untuk menolaknya, walau agak nyesel juga “waduh padahal lagi butuh uang nih” we ke kek.


Harusnya perusahaan tempat saya bekerja memberi pendapatan lebih dari yang sekarang, karena memang posisi seperti saya rawan menerima gratifikasi, suap, atau sekedar uang terimakasih. Selain itu sebagai kompensasi karena walau cuma sedikit saya telah berandil menjadi customer care 24-7 (24 jam sehari, 7 hari seminggu) bagi perusahaan. Padahal hitungan overtime adalah sekitar Rp. 7,500/ jam nah tinggal kalikan saja.

Tidak ada komentar:

 
gitamarhendra@2007 all right reserved